hello ..

Assalamu'alaikum .. apa kabar kamu hari ini ??? semoga dalam keadaan sehat selalu . aamiin selalu kunjungi web saya ya , pasti update tentang pendidikan dan info lain tentang bisnis dan ekonomi. Salam pendidikan dari saya Devilia Sugiarto Akuntansi Universitas Gunadarma Assalamu'alaikum .. how are you today ??? hopefully in good health always. Aamiin ..PLEASE always visit my web.. because i'm definitely an update on education and other information about bussinesand economic. regards education from me Devilia Sugiarto Accounting Gunadarma University

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AKUNTAN PUBLIK MENJAGA PROFESIONALISME KERJA



Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas seorang akuntan publik dalam menjaga profesionalisme kerjanya. Faktor apa sajakah itu? Silakan lanjutkan membaca sampai akhir J

Faktor-faktor tersebut antara lain:

Kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya, melalui kompetensi (keahlian) dan independensi (Christiawan 2002; AAA Financial Accounting Commite 2000), deteksi salah saji, kesesuaian dengan SPAP, kepatuhan terhadap SOP, risiko audit, prinsip kehati-hatian, proses pengendalian atas pekerjaan oleh supervisor, dan perhatian yang diberikan oleh manajer atau partner (Alim et al. 2007). Simamora (2002: 47) mengemukakan 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku professional, serta standar teknis. Disamping itu akuntan publik harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), melalui Standar auditing diantaranya standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP 2001).
Moizer (1986) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit terpusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan kepatuhan pada standard yang telah digariskan. Penelitian Deis dan Giroux (1992) menemukan lama hubungan dengan klien (audit tenure), jumlah klien, telaah dari rekan auditor (peer review), ukuran dan kesehatan keuangan klien serta jam kerja audit secara signifikan berhubungan dengan kualitas audit. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas audit adalah pendidikan, struktur audit, kemampuan pengawasan (supervisor), profesionalisme dan beban kerja. Semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Sedangkan kualitas audit akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah klien, reputasi auditor, kemampuan teknis dan keahlian yang meningkat.
Kompetensi Auditor Dalam Pengetahuan dan Pengalaman Christiawan (2002) menekankan kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Sedangkan Mayangsari (2003) dalam Alim et al. (2007) mengemukakan, kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaanpekerjaan non-rutin. Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Dreyfus dan Dreyfus (1986), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian seseorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “mengetahui sesuatu“ ke “mengetahui bagaimana.“ Seperti misalnya dari sekedar pengetahuan yang tergantung pada aturan tertentu kepada suatu pernyataan yang bersifat intuitif.
Adapun Sri Lastanti (2005: 88) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Sementara itu dalam artikel yang sama, Shanteau (1987) mendefinisikan keahlian sebagai orang yang memiliki keterampilan dan kemampuan pada derajat yang tinggi. Ashton (1991) dalam Alim et al. (2007) menemukan dalam literatur psikologi, dimana pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi. Pendapat ini didukung oleh Kusharyanti (2003) yang menemukan bahwa auditor yang lebih berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik. Sementara itu, Alim et al. (2007) mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Maka pencapaian kompetensi dapat dimulai melalui pendidikan formal, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit.
Untuk memenuhi persyaratan sebagai akuntan publik yang pertama yaitu harus lulus Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi, mengikuti Pendidikan Profesi Akuntan (PPA), mengikuti Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP), dan memiliki gelar sertifikasi lisensi untuk praktik yaitu Certified Public Accountant (CPA). Selain persyaratan tersebut auditor juga harus menjalani pelatihan teknis yang cukup, pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Pendidikan formal dan pengalaman profesional saling melengkapi satu sama lain. Berhubungan dengan pengetahuan auditor dapat diukur dengan melihat seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al. 1987 dalam Harhinto 2004: 35).
Maka Harhinto (2004) menemukan bahwa pengetahuan akan mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. Kusharyanti (2003) mengemukakan terdapat 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor, yaitu pengetahuan pengauditan umum, pengetahuan area fungsional, pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, pengetahuan mengenai industri khusus, dan pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Murtanto dan Gudono (1999) menekankan pada 2 pandangan dalam pengetahuan auditor, yaitu, pertama, pandangan perilaku terhadap keahlian yang didasarkan pada paradigma einhorn. Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan lebih banyak criteria objektif dalam mendefinisikan seorang ahli.
Kedua, pandangan kognitif yang menjelaskan keahlian dari sudut pandang pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat di masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan).  Pengalaman Kerja Auditor Pengalaman auditor yaitu kegiatan melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Libby and Frederick (1990) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Harhinto (2004) menemukan bahwa pengalaman auditor berhubungan positif dengan kualitas audit. Bahan Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) mengemukakan bahwa auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan secara akurat, serta mencari penyebab kesalahan, serta pemahaman yang lebih baik (Kusharyanti 2002: 5). Jeffrey (1996) mengemukakan bahwa seseorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang substantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa.



Butt (1988) mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman, Marchant G.A. (1989) menemukan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman mampu mengidentifikasi secara lebih baik mengenai kesalahan-kesalahan dalam telaah analitik. Akuntan pemeriksa yang berpengalaman juga memperlihatkan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap informasi yang relevan (Davis 1996). Tubbs (1992) menemukan dalam salah satu penelitiannya bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman menjadi sadar mengenai kekeliruan-kekeliruan yang tidak lazim. Maka auditor harus mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari (Libby et. A.l 1985) dalam Mayangsari (2003: 4).
Idenpendensi Auditor Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Christiawan 2002). Menurut Mulyadi (1998), faktor yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik beberapa diantaranya adalah hubungan keuangan dengan klien, kedudukan dalam perusahaan, keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dengan klien dan tidak konsisten, pelaksanaan jasa lain untuk klien audit, hubungan keluarga dan pribadi, imbalan atas jasa profesional, penerimaan barang atau jasa dari klien, pemberian barang atau jasa kepada klien. Penelitian Shockley (1981) menemukan empat faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik yang meliputi: persaingan antar akuntan publik, pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien, ukuran kantor akuntan publik, hubungan yang lama antara kantor akuntan publik dengan klien. Indah, (2010) mengkategorikan independensi kedalam dua aspek, yaitu independensi dalam kenyataan (independence in fact) dan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Harhinto (2004), mengkategorikan independensi auditor mencakup dua aspek, yaitu independensi dalam sikap mental berarti adanya kejujuran dalam diri auditor untuk mempertimbangkan yang objektif, tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya; independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa auditor independen bertidak bebas atau independen, sehingga auditor harus menghindari keadaan atau faktor yang menyebabkan masyarakat meragukan kebebasannya. Penelitian AAA Financial Accounting Standards Committee (2000) terhadap independensi menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan, akuntan publik dipengaruhi oleh dorongan untuk mempertahankan klien auditnya. Hasil penelitian juga memberikan bukti bahwa pengaruh budaya masyarakat atau organisasi terhadap pribadi akuntan publik akan mempengaruhi sikap independensi akuntan publilk.

Independensi akuntan publik sama pentingnya dengan keahlian dalam praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap akuntan publik. Akuntan publik harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Di samping akuntan publik harus benar-benar independen, ia juga harus menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa ia benar-benar independen. Lavin (1976) menemukan 3 faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, pemberian jasa lain selain jasa audit kepada klien, dan lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien. Shockley (1981) menemukan 4 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu persaingan antar akuntan publik, pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien, pengalaman kerja, dan lamanya hubungan audit.
Etika Auditor Etika didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto, 1991: 1). Etika sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai (Alvin A. Arens, at al. 2008). Sedangkan Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Alim, et al. (2007) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Menurut Suseno Magnis (1989: 14) dan Sony Keraf (1991: 20) bahwa untuk memahami etika perlu dibedakan dengan moralitas. Moralitas adalah suatu sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus hidup sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran-ajaran, moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkrit tentang bagaimana harus hidup, bagaimana harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilakuperilaku yang tidak baik. Sedangkan etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian adalah 1) kepribadian yang terdiri dari locus of control external dan locus of control internal; 2) kesadaran etis dan 3) kepedulian pada etika profesi, yaitu kepedulian pada kode etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai akuntan publik, bekerja dilingkungan usaha pada instansi pemerintah maupun dilingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Untuk tujuan itu terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan.
Prinsip etika profesi dalam Kode Etik IAI diantaranya adalah tanggung jawab professional, kepentingan publik integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional, standar teknis, harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik) berisi prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa professional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance. Dalam penelitiannya, Alim et al. (2007) mengemukakan empat hal yang digunakan sebagai indikator etika auditor yaitu (1) imbalan yang diterima, (2) pengaruh organisasional, (3) lingkungan keluarga, dan (4) emotional quotient. HIPOTESIS a. Kompetensi, independensi dan pengalaman kerja berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kualitas audit. Etika auditor dapat memoderasi hubungan kompetensi, independensi dan pengalaman kerja dengan kualitas audit.




DAFTAR PUSTAKA:
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan/article/viewFile/422/pdf_54


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya . Jangan sungkan untuk berkomentar agar saya dapat memperbaiki tulisan saya ..thanks .. Success Friends ..